Senin, 16 Maret 2009

MENGIKIS POLITIK IDENTITAS, MENANTI MATAHARI TERBIT

Menjelang pemilu legislatif dan presiden 2009, politik identitas menjadi laris dimainkan. Politik identitas adalah jurus ampuh untuk menarik simpati pemilih dengan menjual identitas tertentu. Misalnya suku, agama dan identitas lain yang dapat menarik emosi pemilih dalam satu wilayah. Tidak bisa dipungkiri, politik identitas tumbuh subur di Negara kita. Selain karena faktor geografi, warisan politik masa lalu telah mengekalkan keberadaan politik identitas. Politik identitas berpotensi memecah belah persatuan, memunculkan konflik horizontal dan untuk jangka panjang dapat merusak tatanan pluralitas bangsa.

Pertarungan identitas di Indonesia melalui perjalanan yang panjang, baik waktu maupun konflik. Karena politik identitas, akhirnya Negara kita mengalami fragmentasi yang pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi, identitas mayoritas dan identitas minoritas. Identitas mayoritas akhirnya selalu memenangkan pertarungan, dan meninggalkan rasionalitas politik. Pertarungan tidak seimbang antara identitas mayoritas dan identitas minoritas, berpotensi memunculkan rasa ketidakadilan. Barangkali inilah alasan, mengapa di Negara kita ada beberapa daerah yang memilih untuk memekarkan diri atau yang paling ekstrim memisahkan diri dari NKRI. Sama sekali kita tidak menghendaki, Indonesia mengalami konflik seperti yang terjadi di Uni Soviet. Uni Soviet, Negara besar yang terbagi menjadi puing-puing kecil yang satu sama lain seringkali bersengketa.

Tiada kata lain selain: mengikis politik identitas sampai pada batas yang bisa ditolerir. Identitas pasti ada, tapi apabila ditonjolkan secara berlebihan akan berakibat fatal bagi persatuan dan kesatuan. Di AS, Barack Obama menjadi semacam matahari terbit yang lebih menonjolkan daya tarik personal (magnetic power) daripada politik identitas. Apabila Obama menonjolkan politik identitas, maka kemungkinan akan kalah karena identitasnya minoritas. Bagaimana dengan Indonesia? Belumkah ada matahari terbit yang mempunyai magnetic power daripada menonjolkan identitas kesukuan dan keagamaan belaka?

Catatan untuk teman-teman di KPM-KSM, meskipun bergabung dalam organisasi daerah, janganlah kemudian menonjolkan identitas kedaerahan secara berlebihan. Peran sebagai pengawal pluralitas (kemajemukan) akan lebih indah ketimbang berdiri pada satu kutub diantara kutub-kutub yang lain. Khususnya di asrama, jangan ada pembedaan suku atau agama. Berpikirlah secara luas, agar bisa menciptakan KERUKUNAN yang sesungguhnya.

Ahad, 15 Maret 2009


Jumansyah (Syah_251085@yahoo.com)
»»  READMORE...

Kamis, 12 Maret 2009

Sejarah KPM-KSM: Upaya mengeja makna

Kata kerja “mengeja” adalah representasi ketidakmampuan membaca secara cepat dan lantang. Setiap manusia dibatasi ruang dan waktu sehingga tak bisa hadir dalam semua peristiwa waktu di berbagai tempat. Manusia terpotong oleh periodisasi kehadiran yang membawanya merasakan kejadian hidup secara sebagian-sebagian. Apalagi kalau dikaitkan dengan perjalanan suatu lembaga atau organisasi yang lebih banyak bersama waktu dibandingkan anggota organisasi yang terlibat di dalamnya.
KPM-KSM atau Kerukunan Pelajar Mahasiswa Kotabaru Sa-ijaan Makassar dibentuk, dibangun dan berjalan bersama waktu yang tak pernah berhenti beredar. Periodisasi waktu yang dilewati seakan penting untuk dikatakan sebagai sebuah sejarah. Sejarah yang harus dimaknai sebagai pergulatan waktu yang tiada henti dalam menghadirkan organisasi dalam ruang konkret.
Kadangkala kita tak mampu membaca dan terlibat dalam sejarah secara komprehensif, hingga untuk itulah kita perlu mengeja dan merefleksinya dengan sangat hati-hati. Melihat sejarah alangkah baiknya melalui berbagai jendela, sehingga semua sudut sejarah dapat tergambarkan. Saya berada pada jendela yang mengandalkan gumpalan ingatan dalam pergumulan dengan ruang dan waktu di KPM-KSM, organisasi yang saya banggakan sebagai tempat belajar yang baik. Jendela perspektif yang ingin saya kemukakan bukan dengan menggunakan cerita kronologis yang lengkap dengan waktu dan pelaku sejarah, saya merasa tidak mampu mengingat semuanya dan sama sekali tidak ada catatan untuk menulis ulangnya. Usaha menafsirkan sejarah KPM-KSM membawa alam pikir saya untuk membaginya ke dalam beberapa periode yang mempunyai makna bagi berdiri, tumbuh dan berkembangnya organisasi yang hari ini kita rasakan manfaatnya bersama.

Periode I: Pendirian
Ide pembentukan KPM-KSM berawal dari kawan-kawan yang kuliah di IAIN Alauddin yang kemudian bergulir ke kampus-kampus lain seperti UVRI, UMI, UNM, UNISMUH, UNHAS, dan AKFAR Kebangsaan. Ide pembentukan direspon dengan mengadakan pertemuan-pertemuan untuk menyatukan persepsi tentang format organisasi. Kalau kita berusaha mengeja maknanya betapa pada saat itu dirasakan amat penting artinya organisasi yang mampu menghimpun kawan-kawan dari kotabaru, Kalimantan Selatan. Karena merupakan kebutuhan, tak ada alasan untuk tidak membentuk suatu organisasi himpunan mahasiswa kedaerahan yang kemudian diberi nama sesuai dengan identitas daerah. Nama organisasi mulai dari sejak lahirnya telah bermetamorfosa sampai beberapa kali tapi kata kerukunan, dan kotabaru tidaklah pernah berubah. Pada periode ini, tentu menuntut pengorbanan yang cukup besar dari kawan-kawan pendiri baik dari segi waktu, pikiran, mungkin juga dana. Memulai sesuatu tidaklah selalu mudah, tetapi kalau tidak memulai takkan bergerak kemana-mana. Kalau sudah dimulai oleh kawan-kawan pendiri pada tahun 2002, maka saatnya kita sekarang bergerak lebih jauh, lebih tinggi dan lebih percaya diri. Untuk periode pendirian, saya pribadi angkat topi kepada kawan-kawan (atau lebih baik saya sebut kakanda) karena telah menjadi trigger kawan-kawan dalam berorganisasi di masa-masa sekarang. Tidak terlalu urgen untuk menyebut nama-nama pendiri, takut ada yang salah atau malah tak termuat. Akhirnya pemikiran yang tercecer dapat disimpan sementara dalam tabung organisasi.

Periode II: Konsolidasi
Kalau pada periode I, pikiran yang tercecer dapat disimpan sementara pada satu tabung, maka pada periode II lebih lanjut mengolah pemikiran-pemikiran tersebut sehingga menggumpal dan menjadi satu. Gumpalan pemikiran akan lebih membahana dan powerful daripada sekedar kumpul-kumpul ala warung kopi. Mempersatukan organisasi dengan membangun elemen-elemen dasar seperti Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Garis-garis Besar Haluan Organisasi. Konsolidasi kepengurusan dilakukan dengan intens dan akhirnya membentuk kepengurusan. Praktis kendali organisasi dilakukan bersama atas prinsip kebersamaan. Kesamaan kultur sedikit membantu untuk membangun konsolidasi terarah. Hasil penilaian subjektif saya, sebenarnya periode yang paling penting dari sejarah KPM-KSM adalah tatkala kakanda-kakanda kita melakukan kunjungan ke Kotabaru dan memperkenalkan KPM-KSM kepada berbagai institusi di sana, termasuk Pemerintah Daerah dan DPRD. Upaya tersebut adalah memperjuangkan pengakuan dan kepentingan organisasi, menuntut pengorbanan yang besar pula. Hasilnya positif, salah satu wujudnya adalah amanah untuk menyewa secretariat organisasi dari Pemerintah daerah. Sekretariat tersebut adalah cikal bakal perjuangan asrama permanen. Patutlah kita berterima kasih dengan semua rangkaian yang telah dijalankan dengan baik oleh kakanda-kakanda kita pada masa itu.

Periode III: Perkembangan

Barangkali pada periode inilah, tanggungjawab untuk melanjutkan perjuangan organisasi terasa lebih berat. Mempertahankan lebih sulit daripada membangun, kalau kalimat ini benar- maka tugas generasi selanjutnya adalah menunjukkan keseriusan menggerakkan generator organisasi. Asrama jangan hanya megah di luar, tapi juga bisa dirasakan kehangatannya di dalam. Kepengurusan mesti selalu berbuat yang terbaik. Kerja organisasi memang tidak akan selalu sempurna, tapi dari sanalah kita belajar. Perpecahan akan meretakkan organisasi, tapi perbedaaan diperlukan untuk dinamika organisasi. Kalau berada di bawah satu atap, jangan ada keinginan membuat atap yang lain. Kita semua saudara, dan akan tetap berjalan seperti ketika kita merasakan bagaimana dinamika KPM-KSM selalu mengalir deras dalam ide-ide kita yang belum lahir maupun telah kita gulirkan.
Menjadi bagian organisasi, rasanya seperti perempuan hamil. Ketika hamil dirasakan amat berat. Tapi ketika melahirkan, rasanya sang perempuan ingin hamil lagi. Dan untuk hamil lagi, terjadilah persetubuhan pemikiran diantara kita semua. Tidak semuanya berjalan lancar, sekali lagi dari sanalah kita belajar.

Untuk mengakhiri tulisan ini, saya ingin menyampaikan terimakasih kepada segenap pengurus KPM-KSM periode Ketua Umum Ilhad dan Sulaiman. Kepengurusan ini merupakan ulangan kepengurusan sebelum sdr. Achmidsyah Yusuf. Tapi waktu itu komposisinya Ketua Umum Sulaiman dan Ilhad. Harapan kepada pengurus baru, takkan pernah berhenti dari kakanda-kakanda meskipun ada beberapa yang belum sempat mengungkapkan secara langsung. Tak lupa terimakasih dan permohonan maaf (apabila ada salah) kepada kawan-kawan yang pernah terlibat bersama dalam kepengurusan (Muhammad Sabran, Achmidsyah Yusuf, Masriani, Nuriyadin, Zulkifli, Jumadi Ansar) dan kepada kakanda-kakanda yang telah membuka kran belajar untuk adinda-adindanya (Kanda Ma’ruf, Khariril, Junaidi, Awaluddin).
-Pergimu adalah datang dan datangmu bukanlah kepergian-

Wassalam.

Jumansyah
Anggota KPM-KSM

»»  READMORE...

Slide Foto-foto Kegiatan KPM-KSM

Foto Pelantikan dan RAKER VIII KPM-KSM

Foto Pelantikan dan RAKER VIII KPM-KSM

FOTO - FOTO PHO & MPO KPM-KSM

FOTO - FOTO PHO & MPO KPM-KSM

Asrama Bamega Koe Yang Doloe..

Asrama Bamega Koe Yang Doloe..